PROSES
EVALUASI PENGENDALIAN INTERN SAMPAI DENGAN PENYELESAIAN AUDIT
I.
Pengertian Pengendalian Intern
IAPI (2011 : 319.2) mendefinisikan pengendalian intern
sebagai suatu proses yang dijalan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel
lain entitas-yang di desain untuk memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (a) keandalan laporan keuangan,
(b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum yang
berlaku.
Pengendalian intern terdiri atas lima komponen yang
saling terkait, diantaranya :
1. Lingkungan
pengendalian, menetepkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran
pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk
semua komponen pengendalian intern menyediakan disiplin dan struktur.
2. Penaksiran
resiko, identifikasi entitas dan analisis terhadap resiko yang relevan
untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana
resiko harus dikelola.
3. Aktivitas
pengendalian, kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan
manajemen dilaksanakan.
4. Informasi
dan komunikasi, pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi
dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggungjawab
mereka.
5. Pemantauan,
proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.
II.
Hubungan pengendalian intern dengan
ruang lingkup (SCOPE) pemeriksaan
Jika pengendalian intern suatu satuan usaha lemah,
maka kemungkinan terjadinnya kesalahan, ketidakakuratan ataupun kecurangan
dalam perusahaan sangat besar, dalam arti resiko untuk memberikan opini tidak
sesuai dengan kenyataannya, jika auditor kurang hati-hati dalam melakukan
pemeriksaan dan tidak cukup banyak mengumpulkan bukti-bukti yang mendukung
pendapat yang diberikannya.
Untuk mencegah kemungkinan tersebut, jika hasil dari
pemahaman dan evaluasi atas pengendalian intern perusahaan, auditor
menyimpulkan bahwa pengendalian intern tidak berjalan efektif, maka auditor
harus memperluas Scope pemeriksaannya
pada waktu melakukan substantive test. Sebaliknya
jika auditor menyimpulkan bahwa pengendalian intern berjalan efektif, maka Scope pemeriksaan pada waktu melakukan substantive
test bisa dipersempit.
Misalnya :
·
Pada waktu mengirim konfirmasi piutang, jumlah
konfirmasi yang dikirim harus lebih banyak.
·
Pada waktu melakukan observasi atas stock
opname, tes atas perhitungan fisik persediaan harus lebih banyak.
III.
Compliance test dan Substantive test
Compliance test
(test ketaatan) adalah test terhadap bukti-bukti pembukuan yang mendukung
transaksi yang dicatat perusahaan untuk mengetahui apakah setiap transaksi yang
terjadi sudah diperoses dan dicatat sesuai dengan sistem dan prosedur yang
ditetapkan menejemen. Jika terjadi penyimpangan dalam pemrosesan dan pencatatan
transaksi, walaupun jumlahnya tidak material, auditor harus memperhitungkan
pengaruh dari penyimpangan tersebut terhadap efektivitas pengendalian intern.
Dalam
melaksanakan Compliance test, auditor
harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
·
Kelengkapan bukti pendukung (supporting documents)
·
Kebenaran hitungan mathematis (footing, cross footing, extension)
·
Otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang
·
Kebenaran nomor perkiraan yang didebit/dikredit
·
Kebenaran posting
ke buku besar dan sub buku besar
Substantive
test adalah test terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan keuangan.
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan dalam substantive
test antara lain :
·
Inventarisasi aset tetap
·
Observasi atas stock opname
·
Konfirmasi piutang, utang dan bank
·
Subsequent
collection dan subsequent payment
·
Kas opname
· Pemeriksaan rekonsiliasi bank, dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar