Senin, 28 November 2016

TCWG (Those Charged With Governance)

Istilah Those Charged With Governance (TCWG) digunakan dalam kaitannya dengan dan sebagai tambahan atas tugas atau kegiatan manajemen.

Tujuannya ialah untuk menegaskan bahwa disamping fungsi pengelolaan perusahaan (ditangan manajemen), dalam entitas itu juga ada fungsi pengawasan pada tatanan atas (yang diistilahkan dengan TCWG). Fungsi pengawasan pada tatanan atas dalam entitas itu, memperkuat sistem pelaporan keuangan.

Selanjutnya disebutkan, TCWG lazimnya bertanggung jawab untuk :
  • Memastikan bahwa entitas itu mencapai tujuannya dalam hal terpercayanya proses pelaporan keuangan;
  • Efektif dan efisiennya kegiatan operasi;
  • Mendorong kepatuhan terhadap ketentuan perundangan; dan
  • Melaporkan kepada pihak ketiga yang mempunyai kepentingan.
Sumber:

Theodorus M. Tuanakotta. 2012. Audit Berbasis ISA. Jakarta: Salemba Empat.

Prosedur Penilaian Risiko (berbasis ISA)


Tujuan prosedur penialaian risiko adalah mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan. Tujuan ini dapat dicapai melalui pemahaman mengenai entitas dan lingkungannya, termasuk pemahaman mengenai pengendalian internal entitas tersebut.

Auditor wajib melakukan prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang material pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat asersi. Prosedur penilaian risiko itu sendiri tidak memberikan bukti audit yang cukup dan tepat sebagai dasar pemberian opini audit (ISA 315.5 alinea A1 – A5).

Prosedur penilaian risiko meliputi (ISA 315.6, alinea A6 – A11):
  1. Bertanya kepada manajemen dan pihak lain dalam entitas yang menurut auditor mungkin mempunyai informasi yang dapat membantu mengidentifikasi risiko salah saji yang material yang disebebkan oleh kecurangan atau kekeliruan;
  2. Prosedur analitikal;
  3. Pengamatan dan inspeksi.
Ketiga prosedur penilaian risiko ini dilakukan selama berlangsungnya audit. Dalam banyak situasi, hasil dari suatu prosedur akan membawa pada prosedur lain.

Sebagai contoh, dalam wawancara dengan manajer penjualan, terungkap adanya kontrak penjualan yang tidak biasa. Wawancara ini (prosedur inquiry) diikuti dengan prosedur inspeksi atas kontrak penjualan dan dilanjutkan dengan analisis (analytical procedure) mengenai dampaknya terhadap margin penjualan. Atau temuan dari pelaksanaan analytical procedure atas angka-angka dalam draf laporan laba rugi mungkin memicu pertanyaan bagi manajemen.

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membawa auditor ke prosedur inspeksi atas dokumen tertentu atau prosedur pengamatan atas kegiatan tertentu.

Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai:
  1. Industri terkait, ketentuan perundangan dan faktor eksternal lainnya, termasuk kerangka pelaporan keuangan yang diterapkan.
  2. Sifat entitas diantaranya: (1) operasinya, (2) struktur kepemilikan dan governance-nya.
  3. Pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi, termasuk alasan untuk mengubah kebijakan akuntansi. Auditor wajib mengevaluasi apakah kebijakan akuntansi yang diterapkan entitas cocok untuk bisnis itu dan konsisten dengan kerangka pelaporan yang diterapkan dan kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam industri itu.
  4. Tujuan dan strategi entitas, dan risiko bisnis terkait yang dapat berakibat pada risiko salah saji.
  5. Pengukuran dan riviu kinerja keuangan entitas.
Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai pengendalian internal yang relavan bagi auditnya. Meskipun kebanyakan pengendalian yang relavan dengan audit, sangat berhubungan dengan pelaporan keuangan, namun tidak semua pengendalian yang berhubungan dengan pelaporan keuangan adalah relavan dengan audit.

Dengan kearifan profesionalnya, auditor menilai apakah suatu pengendalian secara individu atau dalam kombinasi dengan pengendalian lain, adalah relavan dengan auditnya (ISA 315.12 alinea A42 – A65).

Menyananyakan kepada Manajemen dan Pihak lain

Kutipan dari ISA 240 tentang prosedur “Menanyakan kepada manajemen dan pihak lain”, termasuk menanyakan masalah kecurangan, diantaranya:

ISA 240.17

Auditor wajib menanyakan kepada manajemen tentang:
  1. Penilaian oleh manajemen mengenai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena kecurangan, termasuk tentang sifat, luas dan berapa seringnya penilaian tersebut dilakukan; (A12 – A13)
  2. Proses yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan dalam entitas itu, termasuk risiko kecurangan yang diidentifikasi oleh manajemen atau yang dilaporkan kepada manajemen, atau risiko kecurangan mungkin terjadi dalam jenis transaksi, saldo akun, atau pengungkapan; (A14)
  3. Komunikasi manajemen dengan TCWG mengenai proses yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan dalam entitas itu;
  4. Komunikasi manajemen dengan karyawan, jika ada, tentang pandangan manajemen mengenai praktik-praktik bisnis dan prilaku etis.

ISA 240.18

Auditor wajib mananyakan kepada manajemen dan pihak lain di dalam entitas (jika perlu), untuk menentukan apakah mereka mengetahui kecurangan yang terjadi, yang disangka terjadi atau yang dituduhkan, yang mempunyai dampak pada entitas. (A15 – A17)

Prosedur bertanya digunakan auditor dalam hubungannya dengan prosedur penilaian risiko lainnya, untuk mengidentifikasi risiko salah saji yang material. Perhatian utama dalam pertanyaan yang diajukan adalah pemahaman mengenai setiap aspek yang wajib diketahui.

Prosedur Analitikal

Prosedur analitikal sebagai prosedur penilaian risiko membantu mengidentifikasi hal-hal yang mempunyai implikasi terhadap laporan keuangan dan audit. Sebagai contoh, segala sesuatu yang bersifat luar biasa, seperti transaksi atau peristiwa luar biasa, angka-angka yang terlalu tinggi, rasio yang melenceng dan tren yang ganjil.

Disamping sebagai prosedur penilaian risiko, prosedur analitikal juga dapat digunakan sebagai prosedur audit selanjutnya dalam:
  • Memperoleh bukti mengenai asersi laporan keuangan. Ini adalah prosedur analitikal substantif;
  • Melakukan riviu menyeluruh atas laporan keuangan pada atau menjelang akhir audit.
Hasil prosedur analitikal dibandingkan dengan informasi yang dikumpulkan untuk:
  • Mengidentifikasi risiko salah saji yang material mengenai asersi yang terkandung dalam unsur-unsur laporan keuangan yang signifikan;
  • Membantu merancang sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit selanjutnya.

Observasi (Pengamatan) dan Inspeksi

Observasi atau pengamatan dan inspeksi (Observation and Inspection) mempunyai dua fungsi:
  • Mendukung prosedur inquiries (bertanya) kepada manajemen dan pihak-pihak lain;
  • Menyediakan informasi tambahan mengenai entitas dan lingkungannya.



Selasa, 15 November 2016

Risiko Audit (berbasis ISA)


Risiko audit adalah risiko memberikan opini audit yang tidak tepat atas laporan keuangan yang disalahsajikan secara material. Tujuan audit adalah menekan risiko audit ini ke tingkat yang rendah yang dapat diterima auditor, namun auditor tidak dapat menekan risiko audit ke titik nol (0).


Untuk menekan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, auditor harus: (1) menilai risiko salah saji yang material dan (2) menekan risiko pendeteksian.

Risiko salah saji material dalam laporan keuangan berada diluar kendali auditor. Auditor harus melakukan penilaian risiko (risk assessment) untuk menentukan risiko salah saji material dalam laporan keuangan, langkah berikutnya auditor merancang dan melaksanakan prosedur audit yang tepat sebagai tanggapan terhadap risiko yang dinilainya (assessed risk of material misstatement) atau dapat juga disebut “menekan risiko pendeteksian”.

Risiko yang dinilai auditor mengenai salah saji material, adalah risiko pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat asersi (untuk jenis transaksi, saldo akun dan pengungkapan).

Komponen risiko audit, diantaranya:


Inheren Risk (Risiko Bawaan)

Kerentanan suatu asersi (mengenai jenis transaksi, saldo akun, atau pengungkapan) terhadap salah saji yang mungkin material, sendiri atau tergabung, tanpa memperhitungkan pengendalian tersebut.

Peristiwa atau kondisi (internal atau eksternal) yang dapat menghasilkan salah saji (eror/fraud) dalam laporan keuangan. Sumber risiko (sering dikategorikan sebagai risiko bisnis atau risiko kecurangan dapat timbul karena tujuan entitas, sifat operasi/industri, lingkungan peraturan dimana entitas beroperasi, serta ukuran dan kompleksitas entitas.

Control Risk (Risiko Pengendalian)

Risiko bahwa suatu salah saji bisa terjadi dalam suatu asersi (mengenai jenis transaksi, saldo akun, atau pengungkapan) dan bisa material, sendiri atau tergabung dengan salah saji lainnya, tidak tercegah atau terdeteksi dan terkoreksi pada waktunya oleh pengendalian intern entitas.

Manajemen merancang pengendalian untuk memitigasi suatu faktor risiko tertentu. Suatu entitas menilai risikonya dan kemudian merancang dan mengimplementasi pengendalian yang tepat untuk mengurangi risk exposure sampai tingkat yang dapat diterima.

Pengendalian bisa bersifat pervasif atau spesifik

Pervasif, misalnya sikap manajemen terhadap pengendalian, komitmen untuk menggunakan tenaga kompeten dan mencegah fraud. Ini secara umum disebut entity-level controls (pengendalian di tingkat entitas).

Spesifik, ditujukan pada transaksi, sejak awal atau persiapan transaksi (initiation), pengolahan (processing), sampai pencatatan (recording). Ini disebut business process controls (pengendalian proses bisnis). Activity-level controls (pengendalian tingkat aktivitas), atau transaction controls (pengendalian transaksi).

Detection Risk (Risiko Pendeteksian)

Risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan auditor untuk menekan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, tidak akan mendeteksi salah saji yang bisa material, secara individu atau tergabung dengan salah saji lainnya.

Auditor meniai risiko salah saji material pada tingkat laporan keuangan dan asersi. Prosedur audit dibuat untuk menekan risiko audit ke tingkat yang rendah yang dapat diterima. Dalam menyusun prosedur audit ada pertimbangan mengenai potensi risiko karena: memilih prosedur audit yang tidak tepat, salah menerapkan prosedur audit, salah menafsirkan hasil dari prosedur audit.


A. MENILAI RISIKO/RISK ASSESSMENT




B. MENANGGAPI RISIKO/RISK RESPONSE

Dalam tahap ini, auditor diharapkan untuk:
  • Menilai risiko bawaan dan risiko pengendalian pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat asersi (untuk setiap jenis transaksi, saldo akun dan pengungkapan);
  • Mengembangkan prosedur audit responsif, yakni prosedur audit yang menanggapi risiko yang dinilai.
Tanggapan auditor terhadap risiko yang dinilai atas risiko salah saji material, didokumentasikan dalam suatu rencana audit yang:
  • Berisi tanggapan menyeluruh atas risiko yang diidentifikasi pada tingkat laporan keuangan;
  • Menangani area laporan keuangan yang material;
  • Berisi sifat, luasnya, dan penjadwalan prosedur audit spesifik untuk menanggapi risiko salah saji material pada tingkat asersi.
Prosedur audit selanjutnya umumnya terdiri atas prosedur audit substantif, seperti uji rincian (test of details), prosedur analitikal (analytical procedures) dan uji pengendalian (test of controls).

Uji pengendalian lazimnya digunakan jika ada ekspektasi bahwa pengendalian tersebut berfungsi dengan efektif dalam periode barjalan.

Hal yang perlu dipertimbangkan auditor dalam merencanakan kombinasi prosedur audit yang tepat untuk menanggapi risiko, diantaranya:

1. Uji pengendalian

Identifikasi pengendalian intern yang relavan, yang akan diuji, dapat mengurangi lingkup prosedur substantif lainnya. Umumnya, jumlah sampel (sample size) dalam uji pengendalian jauh lebih sedikit dari jumlah sampel dalam uji substantif suatu arus transaksi. Dengan asumsi pengendalian intern yang relavan berfungsi secara efektif dan konsisten, serta kemungkinan terjadinya penyimpangan pengendalian (control deviation) sangat kecil, maka penggunaan uji pengendalian pada umumnya akan mengurangi jumlah pekerjaan audit. Namun, tidak ada keharusan untuk menguji berfungsinya pengendalian intern (langsung atau tidak langsung).

Identifikasi setiap asersi yang tidak dapat ditangani dengan prosedur substantif saja.

2. Prosedur Analitikal Substantif

Merupakan prosedur dimana jumlah total suatu arus transaksi (misalnya penjualan) dapat diperkirakan dengan cukup tepat berdasarkan bukti yang tersedia. Ekspektasi atau perkiraan dibandingkan dengan jumlah (penjualan) sebenarnya seperti tercatat dalam pembukuan, dan selisihnya atau salah sajinya langsung teridentifikasi.

3. Pendadakan (Unpredictability)

Dalam hal tertentu, auditor perlu memasukan unsur pendadakan (element of unpredictability atau element of surprise) dalam prosedur audit. Misalnya ketika menanggapi salah saji material karena kecurangan,
Contoh: kunjungan ke cabang untuk mengamati perhitungan persediaan, dilakukan tanpa pemberitahuan (unannounced). Entitas diberi tahu mengenai prosedur yang akan dilakukan sebelum akhir tahun, tanpa memberitahukan waktu dan cabang yang dikunjungi.

4. Management Override

Auditor juga mempertimbangkan perlunya prosedur audit yang spesifik menangani kemungkinan management override atau putusan manajemen untuk meniadakan atau mengabaikan pengendalian dengan membuat “pengecualian”.

5. Significant Risks



C. PELAPORAN/REPORTING

Tahap terakhir dalam audit adalah menilai bukti audit yang diperlukan dan menentukan apakah bukti audit itu cukup dan tepat untuk menekan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima.

Dalam tahap ini sangatlah penting untuk menentukan:
  • Setiap perubahan dalam tingkat risiko yang dinilai;
  • Apakah kesimpulan yang ditarik dari pekerjaan audit, sudah tepat;
  • Apakah ada situasi mencurigakan yang dialami;
  • Risiko tambahan (yang sebelumnya tidak teridentifikasi) sudah dinilai dengan tepat dan prosedur audit selanjutnya, sudah sebagaimana diwajibkan (ISAs).
Jika semua prosedur sudah dilaksanakan dan kesimpulan dicapai, maka:
  • Temuan audit dilaporkan kepada manajemen dan TCWG;
  • Opini audit dirumuskan dan keputusan mengenai redaksi yang tepat untuk laporan auditor, harus dibuat.


Senin, 07 November 2016

Reksadana, Obligasi, Saham

REKSADANA

Pengertian

Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu Reksa Dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.

Umumnya, Reksa Dana diartikan sebagai Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.

Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27) didefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.

Ada tiga hal yang terkait dari definisi tersebut yaitu, Pertama, adanya dana dari masyarakat pemodal. Kedua, dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek, dan Ketiga, dana tersebut dikelola oleh manajer investasi.

Dengan demikian, dana yang ada dalam Reksa Dana merupakan dana bersama para pemodal, sedangkan manajer investasi adalah pihak yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut.

Manfaat yang diperoleh pemodal jika melakukan investasi dalam Reksa Dana, antara lain:

Pertama, pemodal walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil risiko. Sebagai contoh, seorang pemodal dengan dana terbatas dapat memiliki portfolio obligasi, yang tidak mungkin dilakukan jika tidak tidak memiliki dana besar. Dengan Reksa Dana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang besar sehingga akan memudahkan diversifikasi baik untuk instrumen di pasar modal maupun pasar uang, artinya investasi dilakukan pada berbagai jenis instrumen seperti deposito, saham, obligasi.

Kedua, Reksa Dana mempermudah pemodal untuk melakukan investasi di pasar modal. Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan yang mudah, namun memerlukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua pemodal memiliki pengetahuan tersebut.

Ketiga, Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada Reksa Dana dimana dana tersebut dikelola oleh manajer investasi profesional, maka pemodal tidak perlu repot-repot untuk memantau kinerja investasinya karena hal tersebut telah dialihkan kepada manajer investasi tersebut.

Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:

Risko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut.

Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer Investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut.

Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.

Dilihat dari portfolio investasinya, Reksa Dana dapat dibedakan menjadi:

Reksa Dana Pasar Uang (Moner Market Funds). Reksa Dana jenis ini hanya melakukan investasi pada Efek bersifat Utang dengan jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal.

Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds). Reksa Dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Utang. Reksa Dana ini memiliki risiko yang relatif lebih besar dari Reksa Dana Pasar Uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.

Reksa Dana Saham (Equity Funds). Reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis Reksa Dana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.

Reksa Dana Campuran. Reksa Dana jenis ini melakukan investasi dalam Efek bersifat Ekuitas dan Efek bersifat Utang.

OBLIGASI

Pengertian

Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.

Jenis Obligasi

Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda, yaitu:

Dilihat dari sisi penerbit:

Corporate Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha swasta.

Government Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.

Municipal Bond: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untut membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik (public utility).

Dilihat dari sistem pembayaran bunga:

Zero Coupon Bonds: obligasi yang tidak melakukan pembayaran bunga secara periodik. Namun, bunga dan pokok dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo.

Coupon Bonds: obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan secara periodik sesuai dengan ketentuan penerbitnya.

Fixed Coupon Bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga yang telah ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan akan dibayarkan secara periodik.

Floating Coupon Bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga yang ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan suatu acuan (benchmark) tertentu seperti average time deposit (ATD) yaitu rata-rata tertimbang tingkat suku bunga deposito dari bank pemerintah dan swasta.

Dilihat dari hak penukaran/opsi:

Convertible Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam sejumlah saham milik penerbitnya.

Exchangeable Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya.

Callable Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.

Putable Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada investor yang mengharuskan emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.

Dilihat dari segi jaminan atau kolateralnya:

Secured Bonds: obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga. Dalam kelompok ini, termasuk didalamnya adalah:

Guaranteed Bonds: Obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin denan penangguangan dari pihak ketiga.

Mortgage Bonds: obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan agunan hipotik atas properti atau asset tetap.

Collateral Trust Bonds: obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki penerbit dalam portofolionya, misalnya saham-saham anak perusahaan yang dimilikinya.

Unsecured Bonds: obligasi yang tidak dijaminkan dengan kekayaan tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya secara umum.

Dilihat dari segi nilai nominal:

Konvensional Bonds: obligasi yang lazim diperjualbelikan dalam satu nominal, Rp 1 miliar per satu lot.

Retail Bonds: obligasi yang diperjual belikan dalam satuan nilai nominal yang kecil, baik corporate bonds maupun government bonds.

Dilihat dari segi perhitungan imbal hasil:

Konvensional Bonds: obligasi yang diperhitungan dengan menggunakan sistem kupon bunga.

Syariah Bonds: obligasi yang perhitungan imbal hasil dengan menggunakan perhitungan bagi hasil. Dalam perhitungan ini dikenal dua macam obligasi syariah, yaitu:

Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten.

Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan.

Karakteristik Obligasi:

Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.

Kupon (the Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah setiap 3 atau 6 bulanan) Kupon obligasi dinyatakan dalam annual prosentase.

Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi, sehingga memilki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi Kupon / bunga nya.

Penerbit / Emiten (Issuer) Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi Obligasi Ritel. Mengukur resiko / kemungkinan dari penerbit obigasi tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PEFINDO atau Kasnic Indonesia.

Harga Obligasi:

Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang, harga obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai nominal.

Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu:

Par (nilai Pari): Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai obligasi tersebut adalah 100% x Rp 50 juta = Rp 50 juta.

at premium (dengan Premi): Harga Obligasi lebih besar dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan harga 102%, maka nilai obligasi adalah 102% x Rp 50 juta = Rp 51 juta.

at discount (dengan Discount): Harga Obligasi lebih kecil dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari obligasi adalah 98% x Rp 50 juta = Rp 49 juta.

Yield Obligasi:

Pendapatan atau imbal hasil atau returnyang akan diperoleh dari investasi obligasi dinyatakan sebagai yield, yaitu hasil yang akan diperoleh investor apabila menempatkan dananya untuk dibelikan obligasi. Sebelum memutuskan untuk berinvestasi obligasi, investor harus mempertimbangkan besarnya yield obligasi, sebagai faktor pengukur tingkat pengembalian tahunan yang akan diterima.

Ada 2 (dua) istilah dalam penentuan yield yaitu current yield dan yield to maturity.

Currrent yield adalah yield yang dihitung berdasrkan jumlah kupon yang diterima selama satu tahun terhadap harga obligasi tersebut.

Current yield = bunga tahunan
                         harga obligasi

Contoh:

Jika obligasi PT XYZ memberikan kupon kepada pemegangnya sebesar 17% per tahun sedangkan harga obligasi tersebut adalah 98% untuk nilai nominal Rp 1.000.000.000, maka:

Current Yield     = Rp 170.000.000 atau  17%
                             Rp 980.000.000          98%

                         = 17.34%

Sementara itu yiled to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian atau pendapatan yang akan diperoleh investor apabila memiliki obligasi sampai jatuh tempo. Formula YTM yang seringkali digunakan oleh para pelaku adalah YTM approximation atau pendekatan nilai YTM, sebagai berikut:

YTM approximation =       C + R – P
                                                n     x 100%
                                        R +  P        
                                           2

Keterangan:
C = kupon
n = periode waktu yang tersisa (tahun)
R = redemption value
P = harga pemeblian (purchase value)

Contoh:
Obligasi XYZ dibeli pada 5 September 2003 dengan harga 94.25% memiliki kupon sebesar 16% dibayar setiap 3 bulan sekali dan jatuh tempo pada 12 juli 2007. Berapakah besar YTM approximationnya?
C = 16%
n = 3 tahun 10 bulan 7 hari = 3.853 tahun
R = 94.25%
P = 100%


YTM approximation         = 16 +  100 – 94.25
                                                    3.853
                                        = 100 + 94.25
                                                2
                                        = 18.01 %                         


SAHAM

Pengertian

Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham:

1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.

Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.

2. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.

Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain:

1. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.

2. Risiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.

Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.