Sabtu, 27 Agustus 2016

Materialitas Audit "Berbasisi Risiko" (Berdasarkan ISA)

Materialitas dalam Proses Audit

Materialitas mengukur apa yang dianggap signifikan oleh pemakai laporan keuangan dalam membuat keputusan ekonomis. Konsep materialitas mengakui bahwa hal-hal tertentu, terpisah atau tergabung, penting untuk pembuat keputusan ekonomis berdasarkan laporan keuangan tersebut.

Contoh keputusan ekonomis:
  • Menanam modal dalam entitas tersebut;
  • Bertransaksi bisnis dengannya;
  • Meminjam uang dengannya.
Ketika salah saji (terpisah atau tergabung) cukup signifikan untuk mengubah atau memengaruhi keputusan seseorang yang memahami entitas tersebut (informed person), salah saji yang material telah terjadi. Dibawah ambang batas (threshold), salah saji tersebut umumnya tidak dianggap material. Jika ambang batas ini dilampaui, laporan keuangan akan disalah sajikan secara material.
Ambang batas ini disebut “materialitas untuk laporan keuangan secara menyeluruh” (Materiality for the financial statements as a whole), disingkat “Overall materiality” (materialitas menyeluruh).

Penentuan “materialitas menyeluruh” (overall materiality) tidak didasarkan pada penilaian risiko audit (assessment of audit risk). Materialitas menyeluruh ditentukan sepenuhnya dalam hubungannya dengan pemakai laporan keuangan. Materialitas menyeluruh lazimnya sama dengan angka materialitas yang digunakan pemakai laporan keuangan.

Contoh: Keputusan pemakai laporan keuangan dipengaruhi atau berubah karena salah saji dalam laporan keuangan sebesar Rp100 juta, maka angka materialitas menyeluruh adalah Rp100 juta. Salah saji (terpisah atau tergabung) yang melampaui Rp100 juta akan menyebabkan laporan keuangan disalahsajikan secara material.

Tanggung jawab auditor adalah mengurangi sampai ke tingkat rendah yang tepat (appropriately low level), probabilitas bahwa gabungan salah saji yang tidak dikoreksi dan yang tidak ditemukan (aggregate of uncorrected and undetected misstatements) dalam laporan keuangan melampaui angka materialitas menyeluruh. (makna ISA 320 alinea 9).

Jika auditor sekedar merencanakan akan melaksanakan prosedur audit yang akan mengidentifikasikan salah saji individual malampaui Rp100 juta, ada risiko gabungan dari salah saji individual yang tidak material yang tidak berhasil diidentifikasi dalam audit tersebut. Akibatnya ambang batas materialitas (Rp100 juta) akan terlampaui.

Oleh karenanya, auditor harus melakukan kerja tambahan agar terdapat “margin” untuk menutup kemungkinan adanya salah saji yang terdeteksi. Menciptakan “margin” atau ruang gerak tersebut adalah fungsi dari performance materiality (materialitas pelaksanaan).

Performance materiality memungkinkan auditor menentukan angka materialitas (berdasarkan materialitas menyeluruh, tetapi lebih rendah dari materialitas menyeluruh) yang mencerminkan penilaian risiko untuk berbagai area/unsur laporan keuangan. Angka yang lebih rendah (dari materialitas menyeluruh) menjadi penyangga pengaman (safety buffer) antara performance materiality (yang digunakan untuk menentukan sifat dan luasnya prosedur audit yang harus dilaksanakan) dengan overall materiality (materialitas menyeluruh).

Kembali ke contoh materialitas menyeluruh sebesar Rp100 juta, auditor (dengan menggunakan professional judgment-nya) misalnya menentukan Performance materiality sebesar Rp60 juta dalam merancang luas prosedur audit yang akan dilaksanakannya. Performance materiality ini menghasilkan penyangga pengaman sebesar Rp40 juta (Rp100 juta – Rp60 juta) antara Performance materiality dan overall materiality; Rp40 juta penyangga pengaman bagi salah saji yang tidak ditemukan yang mungkin ada (undetected misstatements that may exist).

Materialitas Audit dan Risiko Audit
Materialitas berkaitan erat dengan risiko audit (Audit risk), keduanya menjadi bahan pertimbangan penting dalam proses audit.

Risiko audit adalah kemungkinan auditor memberikan pendapat yang keliru atas laporan keuangan yang mengandung salah saji yang material.

Materialitas dan risiko audit terus diperhatikan sepanjang audit, dengan:
  • Mengidentifikasi dan menilai RMM (Risk of Material Misstatements);
  • Menentukan sifat, waktu dan luasnya prosedur audit lanjutan;
  • Menentukan revisi atas materialitas (Overall materiality maupun Performance materiality dengan informasi baru yang diperoleh selama audit. Ini berarti, informasi baru itu membuat auditor menetapkan angka materialitas yang berbeda dari apa yang ditetapkannya pada awal audit; dan
  • Mengevaluasi dampak salah saji yang tidak dikoreksi (uncorrected misstatements), terhadap laporan keuangan dan merumuskan pendapat auditor.
Kutipan dari ISA 320

Tidak ada komentar:

Posting Komentar